Selasa, 04 September 2012

(HILANGNYA) NASIONALISME

Perkembangan teknologi informasi dewasa ini begitu luar biasa yang kemudian diikuti oleh membanjirnya arus informasi. Informasi yang masuk ke negeri ini melalui berbagai pintu, tapi lagi-lagi teknologi yang paling berperan dalam "musibah" kebanjiran informasi ini. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola hidup dan pikiran warga negeri ini, tidak ketinggalan para remaja usia sekolah, sampai mahasiswa. Sebenarnya tataran usia sekolah inilah yang menjadi sasaran tembak atau menjadi korban terbanyak dan paling fatal. sehingga mereka kehilangan seluruh rasa yang mestinya terpelihara di dada mereka.

Para remaja tersebut saat ini tidak tahu apa itu Indonesia dan apalagi mengapa ada Indonesia. Mereka sudah mati rasa hati dan pikirannya karena sudah terbius dengan pola pikir yang liberal, sekuler yang di hembuskan oleh para (mereka yang merasa pendekar) reformasi, dan demokrasi serta banjirnya arus informasi. Apa yang akan terjadi dengan keadaan yang seperti ini? kacau dan tak punya pendirian? dan siapa-siapa yang di untungkan dengan keadaan ini? kita semua seharusnya merasa ngeri dengan ini semua.

Dari seluruh pengaruh yang masuk ke dalam pola pikir dan gaya hidup para penghuni negeri ini, berakibat fatal pada HANCURNYA rasa NASIONALISME, dan kecintaan terhadap bangsa dan negara, hal ini di perburuk dengan pendidikan di sekolah yang menghilangkan seluruh mata pelajaran penguat dan penggelora rasa nasionalisme dan kebangsaan, dihilangkannya mata pelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kebanggaan berfikir dan berbudaya "ALA" Pancasila, semua di berangus oleh para "BANGSAT" penentu kebijakan sektor pendidikan, dan juga kenegaraan. Siapa mereka? entah.......

Contoh nyata dari HANCURNYA rasa NASIONALISME para generasi penerus bangsa dapat kami sajikan. Pada hari Senin tanggal 3 September 2012, ada kejadian yang sangat "luar biasa" di sekolah kami, yaitu ada dua orang anak yang "ISENG" menurunkan Bendera Merah Putih yang berkibar di sekolah, setelah itu bendera di balik menjadi Putih Merah dan kemudian di kibarkan kembali. Menurut saya ini adalah keadaan yang sangat luar biasa keadaan yang menunjukan bahwa penghargaan pada lambang-lambang negara sudah hancur di kalangan generasi muda, rasa nasionalisme sudah luluh lantah dari dada mereka. Kemarahan dan hukuman guru tentu saja tidak akan serta merta dapat membuat mereka jera dan menaikan rasa nasionalisme mereka.

Siapa yang salah dengan kejadian tersebut?
Kita tidak bisa menyalahkan sikap iseng anak tersebut sebagai suatu tindakan kebrutalan dan suversif, tidak bisa, secara pribadi saya menyalahkan para penentu kebijakan dalam bidang pendidikan yang telah memberangus "Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) dan juga telah memberangus "Pendidikan Moral Pancasila (PMP), telah menghapus adanya Penataran Pendidikan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), semua itu sudah tidak ada lagi di negeri ini, tidak ada lagi pembelajaran tentang nasionalisme yang heroik. Para generasi ini kemudian di giring untuk mencintai daerah masing-masing sehingga paham kedaerahan sudah sangat kental dalam diri dan jiwa mereka, pengkaburan makna Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terjadi hampir setiap hari, penonjolan kedaerahan serta adanya OTONOMI daerah semakin mengarah pada disintegrasi bangsa.

Wahai para (pengaku) pejuang demokrasi, negeri ini sudah ada demokrasi yang sesuai dengan kultur rakyatnya, sudah punya pedoman hidup untuk berbangsa dan bernegara, KALIAN Semua jangan SOK menjadi PAHLAWAN pejuang demokrasi yang memaksakan pemahaman demokrasi kalian yang belum tentu sesuai dengan kultur bangsa ini. Jangan karena KALIAN berpendidikan luar negeri SOK pintar dengan demokrasi, INGATLAH KITA SUDAH PUNYA PAKAIAN YANG SUDAH DI UKUR DENGAN BADAN KITA, JADI TIDAK PERLU LAGI MEMAKSAKAN KEHENDAK MEMAKAI BAJU ORANG LAIN YANG BELUM TENTU SESUAI DENGAN BADAN KITA.