Rabu, 02 Mei 2012

REFLEKSI PENDIDIKAN NASIONAL

Pada hari ini, 2 mei 2012, seperti biasanya bangsa ini memperingati satu hari yang begitu di anggap penting dalam sejarah bangsa, yaitu Hari Pendidikan Nasional.Jika kita mengingat tentang pendidikan secara sadar atau tidak sebenarnya ujung pikiran kita menuju satu sosok yang telah membukakan jalan untuk terciptanya suatu keadaan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga negeri ini. Dialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, yang kita kenal Ki Hadjar Dewantara, adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Ajaran yang beliau tinggalkan yang hingga saat ini masih digunakan bahwkan menjadi slogan negara dalam bidang pendidikan yaitu tut wuri handayani. Begitu tingginya penghargaan negeri ini untuk beliau sehingga tanggal kelahirannya di peringati setiap tahun sebagai hari Pendidikan Nasional, namanya juga di jadikan nama salah satu armada kapal perang RI yaitu KRI Ki Hajar Dewantoro, serta ada salah satu potretnya yang dijadikan gambar pada uang kertas pecahan Rp.20.000. Pada program TVE, nama Ki Hajar juga memiliki arti sendiri yaitu Kita Harus Belajar


Ajaran beliau yang sangat poluler di kalangan masyarakat yang hingga saat ini, selalu diucapkan pada berbagai kalangan, para pemimpin, para guru, para birokrat, para politisi, sering mengucapkan  Ing Ngarso Sun TulodoIng Madyo Mbangun KarsoTut Wuri Handayani. sederet kalimat itu memiliki makna yang sangat tinggi, yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi orang lain.



Sebenarnya ajaran beliau yang sudah menjadi slogan nasional adalah ajaran kepemimpinan. Mari kita telaah makna dari ajaran Ki Hajar Dewantoro

Ing Ngarso Sun Tulodo secara sederhana dapat kita artikan di depan memberi contoh (teladan). Ajaran yang hanya sepenggal kalimat ini, sebenarnya tidak hanya relevan pada para pendidik saja, tapi meliputi seluruh lapisan masyarakat, baik itu Politisi maupun para Birokrasi. Meskipun ajaran yang beliau berikan sangat sederhana dan mudah di mengerti, tapi sekian banyak para pemimpin di negeri ini tidak mampu menerjemahkan dalam tindak langkah yang terpuji. Korupsi, Arogansi, kesewenang-wenangan, tidak adil, tidak jujur, dan berbagai perilaku yang NORAK selalu di perlihatkan di muka umum tanpa rasa malu dan berdosa. Mereka bukannya memberikan contoh yang baik tetapi malah sebaliknya, kebaikan perilaku para pemimpin negeri ini hanya ketika shotting untuk iklan layanan masyarakat saja, selebihnya ........ gombal. "KATAKAN TIDAKKKKK PADA KORUPSI ........... TAPI JUSTRU  MEREKA ADALAH PEMBERI CONTOH KONGKRIT KORUPSI. Mereka adalah para PENGKHIANAT bangsa yang sudah layak menerima hukuman MATI atau di miskinkan selamanya.

Ing Madyo Mbangun Karso, secara sederhana dapat diartikan di tengah-tengahi harus dapat memberikan atau membangun prakarsa atau ide. Ini sangat penting mengingat prakarsa atau ide dapat menumbuh kembangkan berbagai temuan, berbagai hal baru yang baik. Kita dapat melihat tindakan yang dapat membangkitkan semangat kita untuk berkarya. Dalam dunia pendidikan apabila seorang guru mampu memberikan ide atau memancing munculnya ide atau gagasan dari siswa akan mampu mendorong para peserta didiknya berkarya dengan baik. Biasanya ide yang muncul justru bukan dari mata pelajaran yang di ujikan secara nasional, karena sementara ini mata pelajaran yang di ujikan secara nasional "HANYA" mengejar nilai atau angka belaka, bukan ide atau gagasan yang muncul tetapi justru rasa frustasi dan tidak percaya diri. Banyak siswa yang mampu berkembang dengan baik melalui mata pelajaran yang bukan Nasional bahkan hanya mata pelajaran muatan lokal, tetapi harus dihentikan langkahnya karena tidak mampu bicara pada mata pelajaran yang di ujikan secara nasional, jadi untuk sementara ini bolehlah sya berpendapat, Ratusan Trilyun biaya yang di keluarkan pemerintah untuk pendidikan hanya untuk mengejar NILAI.


Tut Wuri Handayani, kalimat ini dapat kita artikan secara sederhana dari belakang seorang pemimpin atau guru memberikan dorongan, semangat atau lebih tepatnya dapat memberikan motivasi, seorang pemimpin atau guru adalah seorang motivator.
Apakah ajaran yang beliau tinggalkan ini sudah di lakukan oleh para pemimpin negeri ini? tentu jawabnya ada yang sudah dan ada yang sama sekali tidak melakukan. Beberapa pemimpin memang sudah melakukan, tapi bila dicermati tentu masih banyak yang lebih mengedepankan AROGANSI, mumpung berkuasa, mumpung punya pengaruh, dalam tataran lebih sempit para guru juga MUMPUNG menjadi GURU, karena sementara ini masih ada guru yang tidak mampu membangkitkan motivasi di kalangan siswa, sehingga yang tercipta justru bukan semangat karena motivasi tapi PERILAKU FRUSTASI, tawuran suporter sepak bola, adalah wujud dari frustasi yang terbangun karena kurangnya perilaku teladan dan motivasi dari para pemimpin, tawuran pelajar dan mahasiswa, adalah bentuk kongkrit ketidak mampuan guru dan dosen memotivasi para pelajar dan mahasiswa untuk berperilaku yang terpuji. 
Dalam kasus tawuran pelajar dan mahasiswa ini, seharusnya pemerintah me-review kebijakan pendidikan yang di terapkan di sekolah-sekolah umum. karena pada umumnya pelaku tawuran pelajar dan mahasiswa dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa yang kurang dalam pendidikan akhlaq dan kepribadiannya, kurang pendidikan dan pengamalan agama, (sangat jarang terjadi ada pelajar dari lembaga pendidikan keagamaan, semisal Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, atau pesantren). melakukan tawuran antar sesama, saling menyakiti dengan berbagai senjata, melukan tindakan destruktif, merusak dan sebagainya. 
Pada era ORDE BARU ada pendidikan Moral Pancasila, ada penataran P4, semua di berangus begitu saja oleh para tokoh yang mengaku Reformis, PMP (Pendidikan Moral Pancasila) di ganti dengan PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) yang lebih cenderung pada ilmu pemerintahan dan ketatanegaraan, baru beberapa saat di terapkan kita sudah dapat memetik hasilnya, yaitu para pelajar yang tidak tahu menghormati guru dan orang tua, para siswa yang berfikir materialistik, para siswa yang berperilaku brutal, saling menyakiti dengan berbagai alat, para siswa yang tidak isa berperilaku jujur, para siswa yang tidak punya motivasi yang baik, Tentu kita semua tahu kalau mereka sudah menjadi pemimpin, kualitasnya seperti apa.
Wallohua'alam bi sowab.... (hanya sebuah catatan)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar