Jumat, 28 Mei 2010

TENTANG NU DAN MUHAMADIYAH

Organisasni kemayarakatan yang besar dan mengakar sampai level paling bawah dalam tatanan kehidupan Indonesia ada 2 yaitu NU dan Muhamadiyah. NU yang didirikan puluhan tahun yang lalu oleh KH Hasyim Asari sedangkan Muhamadiyah oleh KH Ahmad Dahlan.

SEJARAH NU (http://id.wikipedia.org)

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.


SEJARAH KUHAMADIYAH (http://www.muhammadiyah.or.id)

Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah PDF Cetak Kirim
Social List Bookmarking Widget

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.


PENDAPAT PRIBADI
Pada umumnya orang mengatakan NU dan Muhamadiyah adalah aliran ISLAM, tapi menurut saya bukan, keduanya adalah organisasi kemasyarakatan yang berbasis keagamaan. Sebagaimana sebuah organisasi masing-masing tentu memiliki keistimewaan, NU lebih kental di kalangan bawah dengan mengedepankan amaliyah dengan menggunakan kultur sebagai pendekantan. Contoh kegiatan tahlil (kenduri) sedangkan kalangan Muhamadiyah mutlak menolak kegiatan tersebut (meskipiun saat ini sudah mulai ada yang mengikuti kegiatan tersebut). Muhamadiyah sendiri lebih bergerak pada bidang pendidikan formal dan cenderung menghilangkan peribadatan dengan pendekatan kultur.

Perbedaan yang terjadi antara NU dan Muhamadiyah sebenarnya lebih di masalah khilafiyah, adanya perbedaan pendapat inilah yang cenderung mengkotak-kotakan umat. Padahal dalam suatu Hadist Rosullulloh bersabda Perbedaan diantara umatku adalah Rahmat". Yang mengedepan dari dulu hingga sekarang masih saja soal-soal amalan. Contoh, jumlah bilangan Rakaat sholat tarawih, Tahlil, Do'a Qunut di sholat Subuh, Sholat Id di lapangan apa di masjid" dan tentu saja masih ada yang lainnya.

Saya secara pribadi tidak pernah memusingkan hal itu, karena saya yakin keduanya adalah Ahlusunah Wal Jama'ah, yaitu satu aliran yang dijamin akan kebenarannya. Sehingga ketika saya Sholat subuh adakala pakai Qunut, adakalanya tidak, ketika sholat tarawih, kadang 20 rakaat kadang juga 8, Tahlil juga biasa saya lakukan pokoknya saya buat seenak mungkin ketika saya melakukan ibadah. Yangh terpenting saya berusaha melakukan dengan ikhlas karena Alloh semata.

Saya tidak akan pernah terjebak dalam kotak2 yang justru membatasi ruang gerak saya ketika saya harus beribadah, maka ketika saya berada di kalangan Muhamadiyah saya mengalir saja begitu juga ketika di kalangan NU saya juga mengalir saja, bukan berarti plin plan dan tak berpendirian, tapai karena saya sangat menyakini akan kebenaran pendapat dari keduanya. NU adalah wadah untuk menghimpun umat dan Muhamadiyah juga wadah untuk menghimpun umat, dua-duanya berdasarkan pada Qur'an dan Hadist. Saya rasanya tidak akan lebih pandai dari KH Mustofa Bisri, atau siapapun Ky di Kalangan NU sehingga saya harus menentang pendapat mereka, begitu juga saya tidak lebih pandai dari para ulama di kalangan Muhamadiyah sehingga saya tidak perlu menentang pendapat mereka.

Wallahu aklam,.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar